Pages

Wednesday, January 23, 2013

Hari 17: Lelah

Curiosity kills the cat, begitu kau pernah bilang padaku. Tapi, rupanya rasa ingin tahu juga dapat membuat lelah, seperti yang terjadi pada Sitara.

Sitara adalah tetanggamu, dan dulu teman mainmu. Tak jarang, bahkan hingga sekarang, kau berpapasan dengannya saat melangkah pulang, dan kalian akan bertukar senyum singkat sebelum melanjutkan perjalanan.

Kau dengar dari ibumu, yang mendengarnya dari cerita ibu Sitara, bahwa gadis itu sekarang sedang kuliah strata dua, di samping menjadi asisten dosen dan melakukan penelitian di kampusnya. Meski bisa jadi sarat hiperbola dari seorang ibu yang bangga pada anaknya, kabar tentang Sitara membuatnya tampak di matamu seperti bintang pagi, yang sedang terang-terangnya di penghujung malam.

Beberapa minggu yang lalu, Sitara menulis di status Facebook-nya, "I came back to school for the love of knowledge driven by my curiosity, and that is not because I do not have a life." Dalam hati kau setuju, namun diam-diam penasaran apa yang membuat Sitara berkata demikian. Gadis itu bukan orang paling ekspresif yang kau kenal, dan hampir tidak pernah terlihat aktivitasnya di situs jejaring sosial.

Sepanjang hidupnya, Sitara mengandalkan rasa ingin tahu. Baginya, tanpa keinginan untuk mencari tahu, pikirannya tak berarah, dan eksistensinya tak bertujuan. Proses pencarian membuat dirinya merasa berguna, karena ia tahu kemudian apa yang akan ia dapatkan tidak akan sia-sia. Namun, akhir-akhir ini, ia tak habis bertanya-tanya, sesungguhnya untuk apa ia melakukan semua itu.

Tentu ia tahu untuk apa ia melakukan penelitian dan melanjutkan sekolah, dan mengapa ia memilih kembali ke kampus alih-alih menyerah pada godaan korporasi untuk "bekerja di kantor". Tapi, kini ia tak yakin bahwa ia sungguh mengetahui apa yang dia kira diketahuinya.

Sitara kini merasa begitu lelah. Di usia di mana teman-temannya mulai membina rumah tangga atau sibuk meniti tangga karir, ia masih berada di ruang yang sama seperti hampir sepuluh tahun lalu. Di kampus, belajar, dan tak punya pacar. Sitara pun gundah, larut akan anggapan bahwa pencariannya seolah tidak membawanya ke mana-mana.

Kau mungkin orang yang paling mudah menyerah pada rasa iri. Begitu mudah bagimu untuk menemukan lima alasan yang membuatmu berharap memiliki kehidupan orang lain yang baru kau temui. Dan kau begitu iri pada Sitara, yang sepertinya akan begitu mudah menaklukkan dunia dengan kecerdasannya.

Sitara sendiri sudah bosan ditinggal sendirian dengan pertanyaan-pertanyaannya, yang seringkali tak terjawab karena berbagai alasan. Ia berusaha sekeras mungkin untuk tidak menyerah, tapi kadang begitu sulit untuk menemukan jawaban tanpa melalui penghakiman. Disebut perempuan yang tidak paham kodrat, atau orang yang lebih mementingkan logika daripada memercayai sabda Tuhan, adalah sedikit dari banyak label yang dituai Sitara dari segala pertanyaan dan pernyataannya.

Sesungguhnya, Sitara tahu bahwa berhenti bertanya bukanlah sebuah pilihan.

Tapi, mungkin sudah cukup untuk hari ini.

Kelak, jika jawaban yang ditemukannya tak sesuai dengan nalar atau kata hatinya, ia tinggal mencarinya di tempat lain. Ia hanya perlu merawat rasa ingin tahunya, agar alih-alih menghabiskan nyawa kucing, untuk dapat lebih menghargai hidup.

No comments:

Post a Comment