Pages

Sunday, January 13, 2013

Hari 7: Mengulas Cerita - Potret Realita di The Truman Show

Kisah nyata seolah memiliki daya tarik tersendiri bagi khalayak, saat mereka menikmatinya lewat tulisan atau gambar bergerak. Tak hanya buku atau film yang laris di pasaran memiliki keterangan “based on true story”, televisi pun tak luput dari tayangan semacam ini.

Menurut Charles B. Slocum dari Writers Guild of America, West, reality show sudah tampil di layar kaca sejak Alan Funt menghadirkan serial televisi Candid Camera pada 1948. Sejak saat itu, tayangan jenis ini berkembang pesat dalam berbagai format, salah satunya adalah menyediakan sebuah lingkungan di mana “realitas” diciptakan. Dalam film, reality show jenis ini disajikan dengan memukau dalam The Truman Show (1998).


Film yang disutradarai Peter Weir (Dead Poets Society, Master and Commander: The Far Side of the World) ini mengisahkan tentang Truman Burbank (Jim Carrey), yang setiap detik hidupnya terdokumentasikan dalam sebuah tayangan televisi yang disiarkan 24 jam sehari ke seluruh dunia. Dunianya bernama Seahaven, sebuah kota yang direkayasa dalam studio superbesar di Hollywood. Semua aspek hidup Truman, mulai dari keluarga hingga cuaca, berada dalam kendali sang produser eksekutif Chistof (Ed Harris), untuk merekam langsung segala reaksi manusiawinya ketika berada dalam situasi tertentu. Hal ini berlangsung selama 30 tahun masa hidup Truman, dan ia sama sekali tidak tahu-menahu.

Menyaksikan film ini di tahun 2013, The Truman Show seolah bukan fiksi. Dengan begitu maraknya reality show di layar kaca setidaknya sepuluh tahun belakangan ini, kehidupan “orang biasa” punya nuansa yang tak kalah menarik untuk disaksikan. Menjadi terkenal pun bukan lagi mimpi, asal seseorang bisa ikut serta dalam ajang pencarian, mulai dari bakat hingga jodoh, untuk kemudian ditayangkan di televisi. Hari ini, apa yang penonton saksikan di The Truman Show bisa benar-benar dilihat di televisi, setidaknya secara garis besar. Belum lagi kalau tayangannya diperpanjang, musim demi musim.

Lewat reality show, banyak orang berhasil memeroleh popularitas sekejap, atau dalam istilah Andy Warhol, the fifteen minutes of fame. Bedanya, orang-orang yang ada di dalam reality show sadar akan keterlibatan mereka dalam realitas yang dipentaskan. Jika Kim Kardashian dengan sadar “menikah” dengan Kris Humphrey demi publisitas, Truman tidak tahu bahwa ada lebih dari lima ribu kamera tersembunyi mengawasi gerak-geriknya, dan semua orang yang ditemuinya adalah artis yang dibayar. Sepengetahuan Truman, hidupnya adalah normal, dan tidak menuai popularitas internasional.


Kenyataan sering dilabeli “pahit” atau “menyakitkan”, namun dalam dunia Truman, kenyataan hadir bagaikan dibalut gula. Christof punya pembenarannya sendiri atas hal ini, saat dikonfrontasi oleh Sylvia, seorang mantan figuran The Truman Show yang sempat menarik perhatian “sang bintang” sebelum kemudian disingkirkan.

I have given the chance for Truman to lead a normal life. The world, the place you live in, is the sick place. Seahaven is the way the world should be.

Tapi, sungguhkah Seahaven, dunia di mana sang pencipta adalah pembuat acara televisi, adalah bagaimana dunia sebagaimana mestinya? Toh, akhirnya Christof membantah kata-katanya sendiri.

There is no more truth out there than there is in the world I created for you. The same lies, the same deceit. But in my world, you have nothing to fear,” tuturnya. Untuk itulah, Christof senantiasa berupaya memadamkan hasrat Truman untuk bepergian dan melihat dunia, selain demi memertahankan keberlangsungan acaranya di televisi, tentunya.

Dalam kehidupan nyata, kita bisa bertualang ke mana saja tanpa membentur dinding ujung dunia. Kita dapat melakukan sesuatu yang diinginkan, meskipun keinginan itu seperti ditentang seluruh kota, tanpa kemudian mendengar suara sang pencipta berbicara pada kita seolah hendak menurunkan wahyu.

Lewat The Truman Show, penonton belajar bahwa kenyataan yang ada “di luar sana” haruslah menjadi yang dipilih, alih-alih keadaan semu dalam kubah masif yang serba terkendali. Kenyataan, sebagaimanapun menyakitkan, akan lebih baik diketahui daripada disembunyikan, dan toh pada akhirnya yang dirahasiakan akan akan ketahuan.



Christof boleh beranggapan bahwa Seahaven adalah dunia seharusnya, namun ia juga menyadari bahwa Seahaven bukan dunia sebagaimana adanya. Namun, terlepas dari seperti apapun dunia dan realita, toh Christof paham akan satu hal yang tak kalah penting, “We accept the reality of the world with which we are presented; it's as simple as that.

No comments:

Post a Comment