Belasan tahun yang lalu, aku berharap bisa cepat-cepat
dewasa. Belasan tahun kemudian, aku ingin berhenti menua.
Sejak menginjak usia perak, aku mengawali hari dengan agak
berbeda.
Sambil terkantuk-kantuk, aku akan menyeret langkah ke depan
kaca. Memeriksa rupaku setiap pagi menjadi penting adanya. Aku siap mengangkat gendering
perang, jika ada garis halus yang berani muncul sebelum waktunya.
Masa bodoh dengan mereka yang bilang bahwa kerutan adalah
guratan kenangan dan pengalaman, aku lebih suka membuat wajahku amnesia.
Halaman terakhir buku harian itu sudah berulang kali kubaca.
Aku masih tak mengerti mengapa ibu memilih bertaruh nyawa, menjemput janji surga
demi tampak awet muda.
No comments:
Post a Comment