Aku masih teringat saat ia mengulurkan tangannya dan menyebutkan namanya: Padang.
Menjawab ekspresi heranku, ia tersenyum, menjelaskan, “Dari Bahasa Jawa, artinya ‘terang’.”
Tak butuh waktu lama bagi Padang untuk lantas menjadi secercah cahaya yang terbit di hatiku, mengisi dan menghangatkan setiap sudut ruangnya. Tapi, kemudian ia ternyata menjadi terang yang menyilaukan.
Aku sempat berpaling sejenak untuk menjernihkan pandangan, tapi aku malah tak bisa menemukan penerangku kembali. Habis terang terbitlah gelap, dan aku pun kehilangan arah lagi.
Namun aku percaya, perih di jari-jariku yang habis terkena api ini akan menjadi kenang-kenangan, bahwa aku pernah berupaya menyalakan lilin demi menerangi jalanku sendiri.
No comments:
Post a Comment