Tiba-tiba semuanya gelap. Sekeping kenangannya mencuat ke permukaan,
terulang tanpa permisi.
“Kamu berharap aku menyerah, ya?”
“Iya.”
“Aku juga. Toh, salah satu dari kita harus menyerah pada akhirnya.”
Ia teringat senyum itu, yang menghangatkan seluruh penjuru hatinya
sampai nyaris luluh. Ia harus segera menghentikannya.
“Aku bukan alasan bagus untuk diperjuangkan, tidak seperti
kemerdekaan...”
“Bukan kemerdekaan, tapi kebahagiaan.”
“Kalau kamu sendiri tidak bisa membuat dirimu bahagia, tidak akan
ada yang bisa. Lagipula, kita terlalu berbeda…”
“…tapi aku cinta. Lantas harus bagaimana?”
Matahari menyusup dari jendela, mengakhiri tidurnya. Ditatapnya
sosok yang terpejam pulas di sampingnya. Ia tak menyangka akan sebahagia pagi
ini.
No comments:
Post a Comment