“Andai saja kamu mau
kembali…” celetukmu, mungkin karena lelah berbasa-basi setelah kita tak sengaja
bersua kembali sore itu.
“Memangnya Tania ke
mana?”
“Pergi.”
“Kenapa?”
“Tanya aja anak-anak,”
jawabmu, merujuk pada sesama kerabat kerja kita dahulu. “Sayang sekali, kamu
udah telanjur sama yang lain, ya?”
Aku tersenyum
kecut.
Salahmu sendiri,
melepaskanku begitu saja. Padahal, sudah kubilang aku akan bertahan selama kau
menginginkannya. Tapi, kau juga tak kuasa menolak Tania. Predikat lulusan luar negeri
dengan reputasi mengesankan tak bercela menjadikannya kandidat sempurna, sekaligus
alasan untuk menyingkirkanku seketika.
Sekarang, kau malah harus
berjuang sendirian.
Aku titip salam ya, untuk
atasanmu yang banyak maunya.
No comments:
Post a Comment